Jumat, 20 Mei 2011

Asal usul kehidupan,Teori Generatio Spontanea,Teori Evolusi Biokimia,

Kapan dimana dan dengan cara bagaimana kehidupan di bumi ini berawal? adalah pertanyaan yang terus menggoda para ilmuwan.
Berbagai teori asal-usul kehidupan telah disusun oleh para pakar tetapi belum ada satupun teori yang diterima secara memuaskan oleh semua pihak.
Teori tentang asal-usul kehidupan yang pernah disusun oleh para ahli di antaranya:
1. Kehidupan diciptakan oleh zat supranatural (ghalib) pada saat istimewa (teori kreasi khas)
2. Kehidupan muncul dari benda tak hidup pada berbagai kesempatan (teori generatio spontanea)
3. Kehidupan tidak berasal-usul (keadaan mantap)
4. Kehidupan datang di planet ini dari mana saja (teori kosmozoan)
5. Kehidupan muncul berdasar hukum fisika-kimia (evolusi biokimia)
Kita akan membahas teori no. 2 (teori generatio spontanea) dan teori no. 5 (evolusi biokimia).

Teori Generatio Spontanea
Disebut juga teori Abiogenesis pelopornya seorang ahli filsafat zaman Yunani Kuno Aristoteles (384-322 SM) yang berpendapat bahwa makhluk hidup terjadi begitu saja pendapat ini masih terus bertahan sampai abad kc 17 -18 Anthony van Leenwenhoek (abad ke 18) berhasil membuat mikroskop dan melihat jasad renik di dalam air bekas rendaman jerami penemuan Leeuwenhoek (salah seorang penganut teori abiogenesis) memperkuat teori generatio spontanea teori terbukti makhluk hidup berasal dari benda mati (jasad renik berasal dari air bekas rendaman jerarni).
Beberapa ahli berusaha mengadakan penelitian untuk menyangkal teori generatio spontanea antara lain Franscesco Redi, Spallanzani dan Louis Pasteur.
Percobaan Redi dan Spallanzani masih belum dapat menumbangkan teori generatio spontanea karena menurut pendapat para pendukung teori tersebut bahwa untuk dapat timbul kehidupan secara spontan dari benda mati diperlukan gaya hidup dan gaya hidup pada percobaan Spallanzani dan Redi tidak dapat melakukan fungsinya karena stoples dan labu percobaan tersumbat rapat-rapat.
Pasteur mencoba memperbaiki percobaan Spallanzani dengan menggunakan tabung kaca berbentuk leher angsa atau huruf S untuk menutup labu walaupun labu tersumbat udara sebagai “sumber gaya hidup” dapat masuk ke dalam labu. Dengan percobaan ini Pasteur berhasil menumbangkan teori generatio spontanea
Evolusi Kimia
Menerangkan bahwa terbentuknya senyawa organik terjadi secara bertahap dimulai dari bereaksinya bahan-bahan anorganik yang terdapat di dalam atmosfer primitif dengan energi halilintar membentuk senyawa-senyawa organik kompleks.
Stanley Miller mencoba mensimulasikan kondisi atmosfer purba di dalam skala laboratorium. Ia merancang alat yang seperti terlihat dalam gambar di bawah ini.
tabung miller
tabung miller
Miller memasukkan gas H2, CH4 (metan), NH3 (amonia) dan air ke dalam alat. Air dipanasi sehingga uap air bercampur dengan gas-gas tadi. Sebagai sumber energi yang bertindak sebagai “halilintar” agar gas-gas dan uap air bereaksi, digunakan lecutan aliran listrik tegangan tinggi. Ternyata timbul reaksi, terbentuk senyawa-senyawa organik seperti asam amino, adenin dan gula sederhana seperti ribosa.
Hasil percobaan di atas memberi petunjuk bahwa satuan-satuan kompleks di dalam sistem kehidupam seperti lipid, gula, asam amino, nukleotida dapat terbentuk di bawah kondisi abiotik. Yang menjadi masalah utama adalah belum dapat terjawabnya bagaimana mekanisme peralihan dari senyawa kompleks menjadi makhluk hidup yang paling sederhana.
Evolusi Biologi
Alexander Oparin mengemukakan di dalam atmosfer primitif bumi akan timbul reaksi-reaksi yang menghasilkan senyawa organik dengan energi pereaksi dari radiasi sinar ultra violet. Senyawa organik tersebut merupakan “soppurba” tempat kehidupan dapat muncul. Senyawa organik akhirnya akan membentuk timbunan gumpalan (koaservat). Timbunan gumpalan (koaservat) yang kaya akan bahan-bahan organik membentuk timbunan jajaran molekul lipid sepanjang perbatasan koaservat dengan media luar yang dianggap sebagai “selaput sel primitif” yang memberi stabilitas pada koaservat.
Meskipun begitu Oparin tetap berpendapat amatlah sulit untuk nantinya koaservat yang sudah terbungkus dengan selaput sel primitif tadi akan dapat menghasilkan “organisme heterotrofik” yang dapat mereplikasikan dirinya dan mengambil nutrisi dari “sop purba” yang kaya akan bahan-bahan organik dan menjelaskan mekanisme transformasi dari molekul-molekul protein sebagai benda tak hidup ke benda hidup.
Teori evolusi kimia telah teruji melalui eksperimen di laboratoriurn, sedang teori evolusi biologi belum ada yang menguji secara eksperimental. Walaupun yang dikemukakan dalam teori itu benar, tetap saja belum dapat menjelaskan tentang dari mana dan dengan cara bagaimana kehidupan itu muncul, karena kehidupan tidak sekadar menyangkut kemampuan replikasi diri sel. Kehidupan lebih dari itu tidak hanya kehidupan biologis, tetapi juga kehidupan rohani yang meliputi moral, etika, estetika dan inteligensia.

bagian 2..

EPILOG

Sampai saat ini belum ada seorang ilmuwan pun yang berhasih memecahkan masalah bagaimana asal-usul kehidupan di bumi ini. Banyak teori atau paham-paham yang dikemukakan oleh ilmuwan mengenai masalah tersebut, tetapi semuanya belum dapat memberikan jawaban yang memuaskan.
Sebenarnya sudah sejak zaman Yunani Kuno manusia berusaha memberikan jawaban terhadap masalah asal usul kehidupan tersebut. Namun, jawaban itu umumnya hanya berupa dongeng atau mitos saja. Berikut ini dikemukakan beberapa teori tentang asal usul makhluk hidup.

*      TEORI ABIOGENESIS

Tokoh teori Abiogenesis adalah Aristoteles (384-322 SM). Dia adalah seorang filosof dan tokoh ilmu pengetahuan Yunani Kuno. Teori Abiogenesis ini menyatakan bahwa makhluk hidup yang pertama kali menghuni bumi ini berasal dari benda mati.

Sebenarnya Aristoteles mengetahui bahwa telur-telur ikan apabila menetas akan menjadi ikan yang sifatnya sama seperti induknya. Telur-telur tersebut merupakan hasil perkawinan dari induk-induk ikan. Walau demikian, Aristoteles berkeyakinan bahwa ada ikan yang berasal dari Lumpur.

 Bagaimana cara terbentuknya makhluk tersebut ? Menurut pengzanut paham abiogenesis, makhluk hidup tersebut terjadi begitu saja atau secara spontan. Oleh sebab itu, paham atau teori abiogenesis ini disebut juga paham generation spontaneae.

Jadi, kalau pengertian abiogenesis dan generation spontanea kita gabungkan, mak pendapat paham tersebut adalah makhluk hidup yang pertama kali di bumi tersebut dari benda mati / tak hidup yang terkjadinya secara spontan, misalnya :

  1. ikan dan katak berasal dari Lumpur.
  2. Cacing berasal dari tanah, dan
  3. Belatung berasal dari daging yang membusuk.

Paham abiogenesis bertahan cukup lama, yaitu semenjak zaman Yunani Kuno (Ratusan Tahun Sebelum Masehi) hingga pertengahan abad ke-17.
Pada pertengahan abad ke-17, Antonie Van Leeuwenhoek menemukan mikroskop sederhana yang dapat digunakan untuk mengamati benda-benda aneh yang amat kecil yang terdapat pada setetes air rendaman jerami. Oleh para pendukung paham abiogenesis, hasil pengamatan Antonie Van Leeuwenhoek ini seolah-olah memperkuat pendapat mereka

*      TEORI BIOGENESIS

Walaupun telah bertahan selama ratusan tahun, tidak semua orang membenarkan paham abiogenesis. Orang –orang yang ragu terhadap kebenaran paham abiogenesis tersebut terus mengadakan penelitian memecahkan masalah tentang asal usul kehidupan. Orang-orang yang tidak puas terhadap pandangan Abiogenesis itu antara lain Francesco Redi (Italia, 1626-1799), dan Lazzaro Spallanzani ( Italia, 1729-1799), dan Louis Pasteur (Prancis, 1822-1895). Beredasarkan hasil penelitian dari tokoh-tokoh ini, akhirnya paham Abiogenesis / generation spontanea menjadi pudar karena paham tersebut tidak dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya.

a)     Percobaan Francesco Redi ( 1626-1697)

Untuk menjawab keragu-raguannya terhadap paham abiogenesis, Francesco Redi mengadakan percobaan. Pada percobaannya Redi menggunakan bahan tiga kerat daging dan tiga toples. Percobaan Redi selengkapnya adalah sebagai berikut :

·        Stoples I     : diisi dengan sekerat daging, ditutup rapat-rapat.
·        Stoples II    :diisi dengan sekerat daging, dan dibiarkan tetap  terbuka.
·        Stoples III  : disi dengan sekerat daging, dibiarkan tetap terbuka.
Selanjutnya ketiga stoples tersebut diletakkan pada tempat yang aman. Setelah beberapa hari, keadaan daging dalam ketiga stoples  tersebut diamati.
     Danhasilnya sebagai berikut:

·                    Stoples I               : daging tidak busuk dan pada daging ini tidak ditemukan jentik / larva atau belatung lalat.
·                    Stoples II    : daging tampak membusuk dan didalamnya ditemukan banyak larva atau belatung lalat.

Berdasarkan hasil percobaan tersebut, Francesco redi menyimpulkan bahwa larva atau belatung yang terdapat dalam daging busuk di stoples II dan III bukan terbentuk dari daging yang membusuk, tetapi berasal dari telur lalat yang ditinggal pada daging ini ketika lalat tersebut hinggap disitu. Hal ini akan lebih jelas lagi, apabila melihat keadaan pada stoples II, yang tertutup kain kasa. Pada kain kasa penutupnya ditemukan lebih banyak belatung, tetapi pada dagingnya yang membusuk belatung relative sedikit.

B) percobaan Lazzaro Spallanzani ( 1729-1799)

Seperti halnya Francesco Redi, Spallanzani juga menyangsikan kebenaran paham abiogeensis. Oleh karena itu, dia mengadakan percobaan yang pada prinsipnya sama dengan percobaan Francesco Redi, tetapi langkah percobaan Spallanzani lebih sempurna.
Sebagai bahan percobaannya, Spallanzani menggunakan air kaldu atau air rebusan daging dan dua buah labu. Adapun percoban yang yang dilakukan Spallanzani selengkapnya adalah sebagai berikut :

·        Labu I         : diisi air 70 cc air kaldu, kemudian dipanaskan 15oC selama beberapa menit dan dibiarkan tetap terbuka.
·        Labu II        : diisi 70 cc air kaldu, ditutup rapat-rapat dengan sumbat gabus. Pada daerah pertemuan antara gabus dengan mulut labu diolesi paraffin cair agar rapat benar. Selanjutnya, labu dipanaskan.selanjutnay, labu I dan II didinginkan. Setelah dingin keduanya diletakkan pada tempat terbuka yang bebas dari gangguan hewan dan orang. Setelah lebih kurang satu minggu, diadakan pengamatan terhadap keadaan air kaldu pada kedua labu tersebut.

Hasil percobaannya adalah sebagai berikut :

·                    Labu I         : air kaldu mengalami perubahan, yaitu airnya menjadi bertambah keruh dan baunya menjadi tidak enak. Setelah diteliti ternyata air kaldu pada labu I ini banyak mengandung mikroba.
·                    Labu II        : air kaldu labu ini tidak mengalami perubahan, artinya tetap jernih seperti semula, baunya juga tetap serta tidak mengandung mikroba. Tetapi, apabila labu ini dibiarkan terbuka lebih lama lagi, ternyata juga banyak mengandung mikroba, airnya berubah menjadi lebih keruh serta baunya tidak enak (busuk).

Berdasarkan hasil percobaan tersebut, Lazzaro Spallanzani menyimpulkan bahwa mikroba yang ada didalam kaldu tersebut bukan berasal dari air kaldu (benda mati), tetapi berasal dari kehidupan diudara. Jadi, adanya pembusukan karena telah terjadi kontaminasi mikroba darimudara ke dalam air kaldu tersebut.

Pendukung paham Abiogenesis menyatakan keberatan terhadap hasil eksperimen Lazzaro Spallanzani tersebut. M,enurut mereka untuk terbentuknya mikroba (makhluk hidup) dalam air kaldu diperlukan udara. Dengan pengaruh udara tersebut terjadilah generation spontanea.



c)     Percobaan Louis Pasteur (1822-1895)

Dalam menjawab keraguannya terhadap paham abiogenesis. Pasteur melaksanakan percobaan untuk menyempurnakan percobaan Lazzaro Spallanzani. Dalam percobaanya, Pasteur menggunakan bahan air kaldu dengan alat labu. Langkah-langkah percobaan Pasteur selengkapnya adalah sebagai berikut :

·        Langkah I     : labu disi 70 cc air kaldu, kemudian ditutup rapat-rapat dengan gabus. Celah antara gabus dengan mulut labu diolesi dengan paraffin cair. Setelah itu pada gabus tersebut dipasang pipa kaca berbentuk leher angsa. Lalu, labu dipanaskan atau disterilkan.
·        Langkah II   : selanjutnya labu didinginkan dan diletakkan ditempat yang aman. Setelah beberapa hari, keadaan air kaldu diamati. Ternyata air kaldu tersebut tetep jernih dan tidak mengandung mikroorganisme.
·        Langkah III : labu yang air kaldu didalamnya tetap jernih dimiringkan sampai air kaldu didalamnya mengalir kepermukaan pipa hingga bersentuhan dengan udara. Setelah itu labu diletakkan kembali pada tempat yang aman selama beberapa hari. Kemudian keadaan air kaldu diamati lagi. Ternyata air kaldu didalam labu meanjadi busuk dan banyak mengandung mikroorganisme.

Melaui pemanasan terhadap perangkat percobaanya, seluruh mikroorganisme yang terdapat dalam air kaldu akan mati. Disamping itu, akibat lain dari pemanasan adalah terbentuknya uap air pada pipa kaca berbentuk leher angsa. Apabila perangkat percobaan tersebut didinginkan, maka air pada pipa akan mengembun dan menutup lubang pipa tepat pada bagian yang berbentuk leher. Hal ini akan menyebabkan terhambatnya mikroorganisme yang bergentayangan diudara untuk masuk kedalam labu. Inilah yang menyebabkan tetap jernihnya air kaldu pada labu tadi.

Pada saat sebelum pemanasan, udara bebas tetap dapat berhubungan dengan ruangan dalam labu. Mikroorganisme yang masuk bersama udara akan mati pada saat pemanasan air kaldu.

Setelah labu dimiringkan hingga air kaldu sampai kepern\mukan pipa, air kaldu itu akan bersentuhan dengan udara bebas. Disini terjadilah kontaminasi mikroorganisme. Ketika labu dikembalikan keposisi semula (tegak), mikroorganisme tadi ikut terbawa masuk.  Sehingga, setelah labu dibiarkan beberapa beberapa waktu air kaldu menjadi akeruh, karena adanya pembusukan oleh mikrooranisme tersebut. Dengan demikian terbuktilah ketidak benaran paham Abiogenesis atau generation spontanea, yangmenyatakan bahwa makhluk hidup berasal dari benda mati yang terjadi secara spontan.
Berdasarkan hasil percobaan Redi, Spallanzani, dan Pasteur tersebut, maka tumbanglah paham Abiogenesis, dan munculah paham/teori baru tentang asal usul makhluk hidup yang dikenal dengan teori Biogenesis. Teori itu menyatakan :

  1. omne vivum ex ovo = setiap makkhluk hidup berasal dari telur.
  2. Omne ovum ex vivo = setiap telur berasal dari makhluk hidup, dan
  3. Omne vivum ex vivo = setiap makhluk hidup berasal dari makhluk hidup sebelumnya.

Walaupun Louis Pasteur dengan percobaannya telah berhasil menumbangkan paham Abiogenesis atau generation spontanea dan sekaligus mengukuhkan paham Biogenesis, belum berarti bahwa masalah bagaimana terbentuknya makhluk hidup yang pertama kali terjawab.

Disamping teori Abiogenesis dan Biogenesis, masih ada lagi beberapa teori tentang asal usul kehidupan yang dikembangkan pleh beberapa Ilmuwan, diantaranya adalah sebagai berikut :

  1. Teori kreasi khas, yang menyatakan bahwa kehidupan diciptakan oleh zat supranatural (Ghaib) pada saat yang istimewa.
  2. Teori Kosmozoan, yang menyatakan bahwa kehidupan yang ada di  planet ini berasal dari mana saja.
  3. Teori Evolusi Kimia, yang menyatakan bahwa kehidupan didunia ini muncul berdasarkan hukum Fisika Kimia.
  4. Teori Keadaan Mantap, menyatakan bahwa kehidupan tidak berasal usul.
TEORI EVOLUSI KIMIA

Ketidakpuasan para Ilmuwan terhadap apa yang dikemukakan para tokoh teori Abiogenesis maupun Biogenesis mendorong para Ilmuwan lain untuk terus mengadakan penelitian tentang asal usul kehidupan. Antara pakar-pakar tersebut antara lain :
Harold Urey, Stanley Miller, dan A.I.Oparin. mereka berpendapat bahwa organisme terbentuk pertama kali di bumi ini berupa makhluk bersel satu. Selanjutnya makhluk tersebut mengalami evolusi menjadi berbagai jenis makhluk hidup seperti Protozoa, Porifera, Coelenterata, Mollusca, dan lain-lain.

Para pakar biologi, astronomi, dan geologi sepakat, bahwa planet bumi ini terbentuk kira-kira antara 4,5-5 miliar tahun yang lalu. Keadaan pada saat awal terbentuknya sangat berbeda denagn keadaan pada saat ini. Pada saat itu suhu planet bumi diperkirakan 4.000-8.000oC. pada saat mulai mendingin, senyawa karbon beserta abeberapa unsur logam mengembun membentuk inti bumi, sedangkan permukaannya tetap gersang, tandus, dan tidak datar. Karena adanya kegiatan vulkanik, permukaan bumi yang masih lunak tersebut bergerak dan berkerut terus menerus. Ketika mendingin, kulit bumi tampak melipat-lipat dan pecah.

Pada saat itu, kondisi atmosfer bumi juga berbeda denagn kondisi saat ini. Gas-gas ringan seperti Hidrogen (H2), Nitrogen (N2), Oksigen (O2), Helium (He), dan Argon (Ar) lepas meninggalkan bumi akrena gaya gravitasi bumi tidak mampu manahannya. Dia atmosfer juga terbentuk senaywa-senyawa sederhana yang mengandung unsure-unsur tersebut, seperti uap air (H2O), Amonia (NH3), Metan (CH4), dan Karbondioksida (CO2). Senyawa sederhana tersebut tetap berbentuk uap dan tertahan dilapisan atas atmosfer. Ketuika suhu atmosfer turun sekitar 100oC terjadilah hujan air mendidih. Peristiwa ini berlangsung selama ribuan tahun. Dalam keadaan semacam ini pasti bumi saat itu belum dihuni kehidupan. Namun, kondisi semacam itu memungkinkan berlangsungnya reaksi kimia, karena teredianya zat (materi) dan energi yang berlimpah.

Timbul pertanyaan, bagaimana proses terjadinya kehidupan dibumi ini ? Pwertanyaan inilah yang mendorong beberapa Ilmuwan untuk mengemukakan pendapat serta melakukan experiment. Di antara Ilmuwan tersebut antara lain Harold Urey dan Stanley Miller.        

A)   Teori Evolusi Kimia Menurut Harold Urey (1893)

Harold Urey adalah ahli Kimia berkebangsaan Amerika Serikat. Dia menyatakan bahwa pada suatu saat atmosfer bumi kaya akan molekul zat seperti Metana (CH4), Uap air (H2O), Amonia(NH2), dan karbon dioksida (CO2) yang semuanya berbentuk uap. Karena adanya pengaruh energi radiasi sinar kiosmis serta aliran listrik halilintar terjadilah reaksi diantara zat-zat tersebut menghasilkan zat-zat hidup. Teori evolusi Kimia dari Urey tersebut biasa dikenal dengan teori Urey.

Menurut Urey, zat hidup yang pertama kali terbentuk mempunyai susunan menyerupai virus saat ini. Zat hidup tersebut selama berjuta-juta tahun mengalami perkembangan menjadi berbagai jenis makhluk hidup. Menurut Urey, terbentuknya makhluk hidup dari berbagai molekul zat di atmosfer tersebut didukung kondisi sebagai berikut :

a)     kondisi  1 : tersedianya molekul-molekul Metana, Amonia, Uap air, dan hydrogen yang sangat banyak di atmosfer bumi
b)    kondisi 2 : adanya bantuan energi yang timbul dari aliran listrik halilintar dan radiasi sinar kosmis yang menyebabkan zat-zat tersebut bereaksi membentuk molekul zat yang lebih besar,
c)     kondisi 3 : terbentuknya zat hidup yang paling secerhana yang susunan kimianay dapat disamakan dengan susunan kimia virus, dan
d)     kondisi 4 : dalam jangka waktu yang lama (berjuta-juta tahun), zat idup yang terbentuk tadi berkembang menjadi seejnis organisme (makhluk hidup yang lebih kompleks).

B)    Eksperimen Stanley Miller

Miller adalah murid Harold Urey yang juga tertarik terhadap masalah asal usul kehidupan. Didasarkan informasi tentang keadaan planet bumi saat awal terbentuknya, yakni tentang keadaan suhu, gas-gas yang terdapat pada atmosfer waktu itu, dia mendesain model alat laboratorium sederhana yang dapat digunakan untuk membuktikan hipotesis Harold Urey.

Kedalam alat yang diciptakannya, Miller memasukan gas Hidrogen, Metana, Amonia, dan Air. Alat tersebut juaga dipanasi selama seminggu, sehingga gas-gas tersebut dapat bercampur didalamnya. Sebagai pengganti energi aliran listrik halilintar, Miller mengaliri perangkat alat tersebut dengan loncatan listrik bertegangan tinggi. Adanya aliran listrik bertegangan tinggi tersebut menyebabkan gas-gas dalam alat Miller bereaksi membentuk suatu zat baru. Kedalam perangkat juga dilakukan pendingin, sehingga gas-gas hasil reaksi dapat mengembun.

Pada akhir minggu, hasil pemeriksaan terhadap air yang tertampung dalam perangkap embun dianalisis secar kosmografi. Ternyata air tersebut mengandung senyawa organic sederhana, seperti asam amino, adenine, dan gula sederhana seperti ribose. Eksperimen Miller ini dicoba beberapa pakar lain, ternyata hasilnya sama. Bial dalam perangkat eksperimen tersebut dimasukkan senyawa fosfat, ternyata zat-zat yang dihasilkan mengandung ATP, yakni suatu senyawa yang berkaitan dengan transfer energi dalam kehidupan. Lembaga cpenelitian lain, dalam penelitiannya menghasilkan senyawa-senyawa nukleotida.

Nukleotida adalah suatu senyawa penyusun utama ADN (Asam Deoksiribose Nukleat) dan ARN (Asam Ribose Nukleat), yaitu senaywa khas dalam inti sel yang mengendalikan aktivitas sel dan pewarisan sifat.

Eksperimen Miller dapat memberiakn petunjuk bahwa satuan- satuan kompleks didalam sistem kehidupan seperti Lipida, Karbohidrat, Asam Amino, Protein, Mukleotida dan lain-lainnya dapat terbentuk dalam kondisi abiotik. Teori yang terus berulang kali diuji ini diterima para ilmuwan secara luas. Namun, hingga kini masalah utama tentang asal-usul kehidupan tetap merupakan rahasia alam yang belum terjawab. Hasil yang mereka buktikan barulah mengetahui terbentuknya senyawa organik secara bertahap, yakni dimulai dari bereaksinya gas-gas diatmosfer purba dengan energi listrik halilintar. Selanjutnay semua senyawa tersebut bereaksi membentuk senyawa yang lebih kompleks dan terkurung dilautan. Akhirnay membentuk senyawa yang merupakan komponen sel.

TEOI EVOLUSI BIOLOGI

Alexander Oparin adalah Ilmuwan Rusia. Didalam bukunya yang berjudul The Origin of Life(Asal Usul Kehidupan). Oparin menyatakan bahwa paad suatu ketika atmosfer bumi kaya akan senyawa uap air, CO2, CH4, NH3, dan Hidrogen. Karena adanya energi radiasi benda-benda angkasa yang amat kaut, seperti sinar Ultraviolet, memungkinkan senyawa-senyawa sederhana tersebut membentuk senyawa organik atau senyawa hidrokarbon yang lebih kompleks. Proses reaksi tersebut berlangsung dilautan.

Senyawa kompleks yang mula-mula terbentuk diperkirakan senyawa aseperti Alkohol (H2H5OH), dan senyawa asam amino yang paling sederhana. Selama berjuta-juta tahun, senyawa sederhana tersebut bereaksi membenrtk senyawa yang lebih kompleks, Gliserin, Asam organik, Purin dan Pirimidin. Senyawa kompleks tersebut merupakan bahan pembentuk sel.

Menurut Oparin senyawa kompleks tersebut sangat berlimpah dilautan maupun di permukaan daratan. Adanya energi yang berlimpah, misalnya sinar Ultraviolet, dalam jangka waktu yang amat panjang memungkinkan lautan menjadi timbunan senyawa organik yang merupakan sop purba atau Sop Primordial.

Senyawa kompleks yang tertimbun membentuk sop purba di lautan tersebut selanjutnya berkembang sehingga memiliki kemampuan dan sifat sebagai berikut :
A.       memiliki sejenis membran yang mampu memisahkan ikatan-ikatan kompleks yang terbentuk dengan molekul-molekul organik yang terdapat disekelilingnya;
B.        memiliki kemampuan untuk menyerap dan mengeluarkan molekil-molekul dari dan ke sekelilingnya;
C.        memiliki kemampuan untuk memanfaatkan molekul-molekul yang diserap sesuai denagn pola-pola ikatan didalamnya;
D.       mempunyai kemampuan untuk memisahkan bagian-bagian dari ikatan-ikatannya. Kemampuan semacam ini oleh para ahli dianggap sebagai kemampuan untuk berkembang biak yang pertama kali.
Senyawa kompleks dengan sifat-sifat tersebut diduga sebagai kehidupan yang pertamakali terbentuk. Jadi senyawa kompleks yang merupakan perkembangan dari sop purba tersebut telah memiliki sifat-sifat hidup seperti nutrisi, ekskresi, mampu mengadan metabolisme, dan mempunayi kemampuan memperbanyak diri atau reproduksi.

Walaupun dengan adanya senyawa-senyawa sederhana serta energi yang berlimpah sehingga dilautan berlimpah senyawa organik yang lebih kompleks, namun Oparin mengalami kesulitan untuk menjelaskan mengenai mekanisme transformasi dari molekul-molekul protein sebagai abenda tak hidup kebenda hidup. Bagaimana senyawa-senyawa organik sop purba tersebut dapat memiliki kemampuan seperti tersebut diatas ? Oparin menjelaskan sebagai berikut :

Protein sebagai senyawa yang bersifat Zwittwer Ion, dapat membentuk kompleks koloid hidrofil (menyerap air), sehingga molekul protein tersebut dibungkus oleh molekul air. Gumpalan senyawa kompleks tersebut dapat lepas dari cairan dimana dia berada dan membentuk emulsi. Penggabunagn struktur emulsi ini akan menghasilkan koloid yang terpiah dari fase cair dan membentuk timbuna gumpalan atau Koaservat.

Timbunan Koaservat yang kaya berbagai kompleks organik tersebut memungkinkan terjadinya pertukaran substansi dengan lingkungannya. Di samping itu secara selektif gumpalan Koaservat tersebut memusatkan senyawa-senyawa lain kedalamnya terutama Kristaloid. Komposisi gumpalan koloid tersebut bergantung kepada komposisi mediumnay. Denagndemikian, perbedaan komposisi medium akan menyebabkan timbulnya variasi pada komposisi sop purba. Variasi komposisi sop purba diberbagai areal akan mengarah kepada terbentuknya komposisi kimia Koaservat yang merupakan penyedia bahan mentah untuk proses biokimia.

Tahap selanjutnya substansi didalam Koaservat membentuk enzim. Di sekeliling perbatasan antara Koaservat dengan lingkungannya terjadi penjajaran molekul-molekul Lipida dan protein sehingga terbentuklah selaput sel primitif. Terbentuknya selaput sel primitif ini memungkinkan memberikan stabilitas pada koaservat. Dengan demikian, kerjasama antara molekul-molekul yang telah ada sebelumnya yang dapat mereplikasi diri kedalam koaservat dan penagturan kembali Koaservat yang terbungkus lipida amat mungkin akan mnghasilkan sel primitif.

Kemampuan koaservat untuk menyerap zat-zat dari medium memungkinkan bertambah besarnya ukuran koaservat. Kemungkinan selanjutnya memungkinkan terbentuknya organisme Heterotropik yang mampu mereplikasi diri dan mendapatkan bahan makanan dari sop Primordial yang kaya akan zat-zat organik.

Teori evolusi biologi ini banyak diterima oleh paar Ilmuwan. Namun, tidak sedikit Ilmuwan yang membantah tentang interaksi molekul secara acak yang dapat menjadi awal terbentuknya organisme hidup.

Teori evolusi kimia dan teori evolusi biologi banyak pendukungnya, namun baru teori evolusi kimia yang telah dibuktikan secara eksperimental, sedangkan teori evolusi biologi belum ada yang menguji secara eksperimental.

Seandainya apa yang dikemukakan dua teori tersebut benar, tetapi belum mampu menjelaskan bagaimana dan dari mana kehidupan diplanet bumi ini pertama kali muncul. Yang perlu diingat adalah bahwa kehidupan adalah tidak hanya menyangkut masalah replikas; (penggandaan diri) atau masalah kehidupan biologis saja, tetapi juga menyangkut masalah kehidupan rohani. Tentang teori asal usul kehidupan yang menyatakan organisme pertamakali terbentuk dilautan bisa dipahami dari sudut biologi, karena molekul-molekul organik yang merupakan sop purba itu tertumpuk dilaut.

teori terjadinya/teori asal mula terjadinya bumi..

Teori Cosmoza menyatakan bahwa makhluk hidup datang di bumi dari bagian lain alam semesta ini.
Teori Pfluger menyatakan bahwa bumi berasal dari materi yang sangat panas sekali, kemudian bahan yang mengandung karbon(C), nitrogen(N) dan senyawa cyanogen(CN) membentuk protein pembentuk protoplasma yang akan menjadi makhluk hidup.
Teori Moore menyatakan bahwa hidup dapat muncul dari kondisi yang cocok dari bahan anorganik pada saat bumi mengalami pendinginan melalui suatu proses dalam larutannya yang labil. Bila fase keadaan kompleks itu muncul, terbentuklah makhluk hidup.
Teori Allen menyatakan bahwa Energi matahari diserap oleh zat besi yang lembab dan menimbulkan pengaturan atom dari materi-materi. Interaksi N,C,H,O, dan S dalam air membentuk protoplasma benda hidup.
Teori Transedental menyatakan bahwa benda hidup diciptakan oleh Tuhan Yang Maha Esa diluar jangkauan sains.
Generatio Spontania (Aristoteles) menyatakan bahwa berdasarkan pengamatan, benda-benda hidup dapat timbul dari benda tak hidup. Selanjutnya oleh Harold Urey(1893), AJ. Oparin(1924), Stanley Miller(1936).
Jasad hidup sebagian besar tersusun atas ptotein. Protein tersusun atas asam amino, asam amino jika dipecah: CH4, H2O,H2, NH3 yang semuanya terdiriatom dasar: C,H,O,N

Selasa, 17 Mei 2011

KATA PENGANTAR

 Sebagaimana yang sudah kita ketahui,bahwa bahaya Aborsi sangat berdampak buruk dalam kehidupan manusia. Aborsi tidak asing lagi bagi kita,maka dengan itu kami melakukan beberapa tinjauan dan penelitian melalui Surat Kabar yang memuat beberapa hal tentang aborsi,bahaya aborsi,penanggulangan aborsi dan apa yang akan terjadi apabila melakukan aborsi. 
Lebih Jauh lagi,kami meninjau tentang Aborsi dalam Alkitab. Alkitab tidak pernah secara khusus berbicara mengenai soal aborsi. Namun demikian, ada banyak ajaran Alkitab yang membuat jelas apa pandangan Allah mengenai aborsi.
Dalam rangka itulah  untuk mendukung pengujian ini,maka kami melakukan beberapa hal tentang Aborsi. Semoga,makalah ini berguna bagi pembaca. Dan kami tetap terbuka untuk kritik dan saran. 
Terima kasih. Syalom
DAFTAR ISI


KATA PENGANTAR
BAB I  PENDAHULUAN
      I.1 LATAR BELAKANG
        I.2  BATASAN MASALAH
        I.3 TUJUAN
BAB II ABORSI
      II.1 PENGERTIAN
      II.2 PENYEBAB ABORTUS
      II.3 ALASAN ABORTUS PROVOKATUS 
BAB III ABORSI DITINJAU DARISUDUT MEDIS DANETIKA KRISTIANI 
    III.1 ABORSI DARI SUDUT MEDIS
    III.2 ABORSI DARI SUDUT ETIKA KRISTIANI 
BAB IVMETODE-METODE, EFEK DAN RESIKO ABORSI
   IV.1 METODE-METODE ABORSI
   IV.2 EFEK ABORSI
   IV.3 RESIKO ABORSI 
BAB V ABORSI DAN AGAMA
   V.1 APA KATA ALKITAB MENGENAI ABORSI?
    V.2 AJARAN AGAMA
    V.3 TANGGAPAN GEREJA 
BAB VI PENUTUP
   VI.1 TANGGAPAN
    VI.2 SOLUSI
DAFTAR PUSTAKA





BAB I
PENDAHULUAN

I.1 LATAR BELAKANG

       Saat ini Aborsi menjadi salah satu masalah yang cukup serius, dilihat dari tingginya angka aborsi yang kian meningkat dari tahun ke tahun. Di Indonesia sendiri, angka pembunuhan janin per tahun sudah mencapai 3 juta. Angka yang tidak sedikit mengingat besarnya tingkat kehamilan di Indonesia. Selain itu, ada yg mengkategorikan aborsi itu pembunuhan. Ada yang melarang atas nama agama. Ada yang menyatakan bahwa jabang bayi juga punya hak hidup sehingga harus dipertahankan, dan lain-lain.
Aborsi merupakan masalah kesehatan masyarakat karena memberikan dampak pada kesakitan dan kematian ibu. Sebagaimana diketahui penyebab utama kematian ibu hamil dan melahirkan adalah perdarahan, infeksi dan eklampsia.
     Namun sebenarnya aborsi juga merupakan penyebab kematian ibu, hanya saja muncul dalam bentuk komplikasi perdarahan dan sepsis. Akan tetapi, kematian ibu yang disebabkan komplikasi aborsi sering tidak muncul dalam laporan kematian, tetapi dilaporkan sebagai perdarahan atau sepsis. Hal itu terjadi karena hingga saat ini aborsi masih merupakan masalah kontroversial di masyarakat. Di satu pihak aborsi dianggap ilegal dan dilarang oleh agama sehingga masyarakat cenderung menyembunyikan kejadian aborsi, di lain pihak aborsi terjadi di masyarakat. Ini terbukti dari berita yang ditulis di surat kabar tentang terjadinya aborsi di masyarakat, selain dengan mudahnya didapatkan jamu dan obat-obatan peluntur serta dukun pijat untuk mereka yang terlambat datang bulan.
    Tidak ada data yang pasti tentang besarnya dampak aborsi terhadap kesehatan ibu, WHO memperkirakan 10-50% kematian ibu disebabkan oleh aborsi (tergantung kondisi masing-masing negara). Diperkirakan di seluruh dunia setiap tahun dilakukan 20 juta aborsi tidak aman, 70.000 wanita meninggal akibat aborsi tidak aman, dan 1 dari 8 kematian ibu disebabkan oleh aborsi tidak aman. Di Asia tenggara, WHO memperkirakan 4,2 juta aborsi dilakukan setiap tahunnya, di antaranya 750.000 sampai 1,5 juta terjadi di Indonesia. Risiko kematian akibat aborsi tidak aman di wilayah Asia diperkirakan antara 1 dari 250, negara maju hanya 1 dari 3700. Angka tersebut memberikan gambaran bahwa masalah aborsi di Indonesia masih cukup besar.

I.2 BATASAN MASALAH

      Dalam makalah ini saya akan membahas masalah-masalah dalam dunia aborsi. Dalam masalah-masalah ini terdapat dua sudut pandang, yaitu dari segi masyarakat dan dari Gereja Katolik.
Dalam segi/aspek masyarakat, masalah yang saya angkat ialah sebagai berikut:
  1. Apakah definisi/pengertian dari aborsi?
  2. Apa yang sebenarnya terjadi dalam masalah aborsi ?
  3. Apa akibat aborsi ini untuk hidup manusia secara keseluruhan?
  4. Bagaimana reaksi manusia tentang aborsi?
  5. Mengapa masalah ini sangat serius dan membahayakan?

Dalam segi/aspek Gereja Katolik, masalah yang saya angkat ialah sebagai berikut:
  1. Apa yang dikatakan Alkitab mengenai kasus aborsi?
  2. Apa yang dikatakan oleh ajaran dogma Gereja Katolik?
  3. Apa tanggapan Gereja tentang kasus aborsi?
  4. Apakah kesulitan yang dihadapi Gereja berkaitan dengan kasus aborsi?

I.3 TUJUAN

     Dalam pembuatan makalah ini, saya akan menjelaskan masalah-masalah dalam segi/aspek masyarakat yang akan saya uraikan dalam bab II – bab IV, dan masalah-masalah dalam segi/aspek Gereja Katolik yang akan saya uraikan dalam bab V.
Dalam bab II – IV, saya akan menjelaskan secara mendetail apa itu aborsi, metode-metode yang digunakan, efek-efek dan resiko-resiko, jenis-jenis aborsi, dan alasan dilakukannya aborsi.
Akhir bab, saya akan memberikan tanggapan dan solusi mencegah terjadinya aborsi, yang akan saya uraikan dalam bab VI.
Untuk data real, saya menyajikannya pada bagian lampiran yang berada pada akhir bab.
 
 
BAB II
ABORSI

II.1 PENGERTIAN

      Menurut Fact About Abortion, Info Kit on Women’s Health oleh Institute for Social, Studies and Action, Maret 1991, dalam istilah kesehatan aborsi didefinisikan sebagai penghentian kehamilan setelah tertanamnya telur (ovum) yang telah dibuahi dalam rahim (uterus), sebelum usia janin (fetus) mencapai 20 minggu.
Jadi, gugur kandungan atau aborsi (bahasa Latin: abortus) adalah terjadi keguguran janin; melakukan abortus sebagai melakukan pengguguran (dengan sengaja karena tak menginginkan bakal bayi yang dikandung itu). Secara umum, istilah aborsi diartikan sebagai pengguguran kandungan, yaitu dikeluarkannya janin sebelum waktunya, baik itu secara sengaja maupun tidak. Biasanya dilakukan saat janin masih berusia muda (sebelum bulan ke empat masa kehamilan).

II.2 PENYEBAB ABORTUS

      Secara garis besar ada 2 hal penyebab Abortus, yaitu :
Maternal.
Penyebab secara umum
1. Infeksi akut
• virus, misalnya cacar, rubella, hepatitis
• Infeksi bakteri, misalnya streptokokus
• Parasit, misalnya malaria
2. Infeksi kronis
  • Sifilis, biasanya menyebabkan abortus pada trimester kedua.
  • Tuberkulosis paru aktif.
  • Keracunan, misalnya keracunan tembaga, timah, air raksa, dll
Janin
Penyebab paling sering terjadinya abortus dini adalah kelainan pertumbuhan hasil konsepsi (pembuahan), baik dalam bentuk Zygote, embrio, janin maupun placenta.

II.3 ALASAN ABORTUS PROVOKATUS

     Abortus Provokatus ialah tindakan memperbolehkan pengaborsian dengan syarat-syarat sebagai berrikut:
  • Abortus yang mengancam (threatened abortion) disertai dengan perdarahan yang terus menerus, atau jika janin telah meninggal (missed abortion).
  • Mola Hidatidosa atau hidramnion akut.
  • Infeksi uterus akibat tindakan abortus kriminalis.
  • Penyakit keganasan pada saluran jalan lahir, misalnya kanker serviks atau jika dengan adanya kehamilan akan menghalangi pengobatan untuk penyakit keganasan lainnya pada tubuh seperti kanker payudara.
  • Prolaps uterus gravid yang tidak bisa diatasi.
  • Telah berulang kali mengalami operasi caesar.
  • Penyakit-penyakit dari ibu yang sedang mengandung, misalnya penyakit jantung organik dengan kegagalan jantung, hipertensi, nephritis, tuberkulosis paru aktif, toksemia gravidarum yang berat.
  • Penyakit-penyakit metabolik, misalnya diabetes yang tidak terkontrol yang disertai komplikasi vaskuler, hipertiroid, dll.
  • Epilepsi, sklerosis yang luas dan berat.
  • Hiperemesis gravidarum yang berat, dan chorea gravidarum.
  • Gangguan jiwa, disertai dengan kecenderungan untuk bunuh diri. Pada kasus seperti ini sebelum melakukan tindakan abortus harus berkonsultasi dengan psikiater.
     
    BAB III
    ABORSI DITINJAU DARI
    SUDUT MEDIS DAN
    ETIKA KRISTIANI

    III.1 ABORSI DARI SUDUT MEDIS

           Menurut batasan atau definisi, aborsi adalah pengeluaran buah kehamilan dimana buah kehamilan itu tidak mempunyai kemungkinan hidup di luar kandungan. Sedangkan dunia kedokteran berpendapat bahwa janin yang lahir dengan berat badan yang sama atau kurang dari 500 gram tidak mungkin hidup di luar kandungan, meskipun ada laporan kedokteran yang menyatakan bahwa ada janin di bawah 500 gram yang dapat hidup. Karena janin dengan berat badan 500 gram sama dengan usia kehamilan 20 minggu, maka kelahiran janin dibawah 20 minggu tersebut sebagai aborsi.
    Ada negara tertentu yang memakai batas 1000 gram sebagai aborsi, menurut Undang-Undang di Indonesia, kematian janin di bawah 1000 gram tidak perlu dilaporkan dan dapat dikuburkan di luar Tempat Pemakaman Umum.
    Dari cara terjadinya aborsi, ada dua macam aborsi, aborsi spontan (abortus spontaneus) dan aborsi buatan (abortus provocatus). Aborsi spontan terjadi sendiri tanpa campur tangan manusia, sedang aborsi buatan adalah hasil dari perbuatan manusia yang dengan sengaja melakukan perbuatan pengguguran. Abortus yang terjadi pada usia kehamilan di bawah 12 minggu disebut abortus dini.
    Abortus Spontaneus
    Insiden abortus spontan diperkirakan 10% dari seluruh kehamilan. Namun angka ini mempunyai dua kelemahan, yaitu kegagalan untuk menghitung abortus dini yang tidak terdeteksi, serta aborsi ilegal yang dinyatakan sebagai abortus spontan.
    Insiden abortus spontan sulit untuk ditentukan secara tepat, karena sampai sekarang belum diterapkan kapan sebenarnya dimulainya kehamilan? Apakah penetrasi sperma kedalam sel telur sudah merupakan kehamilan? Apakah pembelahan sel telur yang telah dibuahi berarti mulainya kehamilan? Atau kehamilan dimulai setelah blastocyst membenamkan diri kedalam decidua? Atau setelah janin “bernyawa”?
    Dengan pemeriksaan tes yang dapat mendeteksi Human Chorionic Gonadotropin maka frekuensi abortus akan menjadi lebih tinggi (20% – 62%).
     
    1. Penyebab abortus spontan
    Lebih dari 80% abortus terjadi pada usia kehamilan 12 minggu. Setengah di antaranya disebabkan karena kelainan kromosom. Resiko terjadinya abortus meningkat dengan makin tingginya usia ibu serta makin banyaknya kehamilan. Selain itu kemungkinan terjadinya abortus bertambah pada wanita yang hamil dalam waktu tiga bulan setelah melahirkan.
    Pada abortus dini, pengeluaran janin/embrio biasanya didahului dengan kematian janin/embrio. Sedangkan abortus pada usia yang lebih lanjut, biasanya janin masih hidup sebelum dikeluarkan.
    • Kelainan Pertumbuhan Zygote.
    Penyebab paling sering terjadinya abortus dini adalah kelainan pertumbuhan hasil konsepsi (pembuahan), baik dalam bentuk Zygote, embrio, janin maupun placenta. Ternyata 50% – 60% dari abortus ini berhubungan dengan kelainan kromosom.
    • Faktor Ibu.
    Penyakit pada ibu biasanya terjadi pada janin dengan kromosom yang normal, paling banyak pada usia kehamilan 13 minggu. Beberapa macam infeksi bakteria atau virus dapat menyebabkan abortus. Penyakit ibu yang kronis biasanya tidak menyebabkan abortus, meskipun dapat menyebabkan kematian janin pada usia yang lebih lanjut atau menyebabkan persalinan prematur. Kelainan pada uterus (rahim) dapat menyebabkan abortus spontan.

    2. Pembagian abortus spontan
    • Abortus Imminens (threatened abortion), yaitu adanya gejala-gejala yang mengancam akan terjadi aborsi. Dalam hal demikian kadang-kadang kehamilan masih dapat diselamatkan.
    • Abortus Incipiens (inevitable abortion), artinya terdapat gejala akan terjadinya aborsi, namun buah kehamilan masih berada di dalam rahim. Dalam hal demikian kehamilan tidak dapat dipertahankan lagi.
    • Abortus Incompletus, apabila sebagian dari buah kehamilan sudah keluar dan sisanya masih berada dalam rahim. Pendarahan yang terjadi biasanya cukup banyak namun tidak fatal, untuk pengobatan perlu dilakukan pengosongan rahim secepatnya.
    • Abortus Completus, yaitu pengeluaran keseluruhan buah kehamilan dari rahim. Keadaan demikian biasanya tidak memerlukan pengobatan.
    • Missed Abortion. Istilah ini dipakai untuk keadaan dimana hasil pembuahan yang telah mati tertahan dalam rahim selama 8 minggu atau lebih. Penderitanya biasanya tidak menderita gejala, kecuali tidak mendapat haid. Kebanyakan akan berakhir dengan pengeluaran buah kehamilan secara spontan dengan gejala yang sama dengan abortus yang lain.
    Abortus Therapeuticus
    Abortus therapeuticus adalah pengakhiran kehamilan pada saat dimana janin belum dapat hidup demi kepentingan mempertahankan kesehatan ibu. Menurut Undang-Undang di Indonesia tindakan ini dapat dibenarkan. Keadaan kesehatan ibu yang membahayakan nyawa ibu dengan adanya kehamilan adalah penyakit jantung yang berat, hypertensi berat, serta beberapa penyakit kanker.
    Di beberapa negara, termasuk dalam kategori ini adalah kehamilan akibat perkosaan atau insect, dan pada keadaan dimana bayi yang dikandungnya mempunyai cacat fisik atau mental yang berat. Di negara-negara Eropa, aborsi diperbolehkan apabila ibu menderita campak Jerman (German Measles) pada trimester pertama.
    Elective Abortion
    Aborsi sukarela adalah pengakhiran kehamilan pada saat janin belum dapat hidup namun bukan karena alasan kesehatan ibu atau janin. Pada masa kini, aborsi jenis inilah yang paling sering dilakukan. Di Amerika Serikat, terjadi satu aborsi sukarela untuk tiap 3 janin lahir hidup.
    Eugenic Abortion:
    pengguguran yang dilakukan terhadap janin yang cacat

    III.2 ABORSI DARI SUDUT ETIKA KRISTIANI

       Etika Kristen dalam melihat masalah aborsi harus dilandasi oleh sikap yang etis dan kristiani, bukan sikap kebencian apalagi mengutuk dan juga dilandasi oleh sikap empati, kasih, bukan hukuman atau penghakiman. Celakanya masalah aborsi telah terbungkus oleh banyak label, mitos. Kita tidak tahu apa sebenarnya masalah yang esensial, sehingga kita juga tidak tahu apa yang harus dilakukan.
    Aborsi tidak sama dengan membunuh, dan dalam prakteknya aborsi telah menjadi pertengkaran ideologi, yaitu antara ideologi konservatif fundamentalis dan liberalis. Substansi permasalahan sudah tertutup dengan label atau cap-cap. Misalnya, pemberitaan-pemberitaan di media massa menyudutkan bahwa yang melakukan aborsi sebagai pembunuh berdarah dingin, atau membunuh secara sederhana.
    Antara dua kutub yang anti dan pro tidak ada titik temu. Namun kedua belah pihak pada dasarnya tidak setuju aborsi, tetapi ada kasus-kasus atau situasi yang dianggap perkecualian. Memang ada perbedaan di antara dua kutub.
    1. Perbedaan Pandangan
    Perbedaan pandangan mengenai relasi atau hubungan antara sang ibu dengan janin yang dikandung. Bilamana janin itu sepenuhnya bagian tubuh sang ibu maka yang “anti” aborsi menganggap aborsi melanggar hak-hak ibu. Atau sebaliknya kalau sang ibu itu hanya alat/instrumental saja selama 9 bulan 10 hari, maka ibu tidak mempunyai hak. Namun yang pasti secara teologis semuanya adalah hak Allah.
    2. Perbedaan Paham
    Perbedaan paham mengenai kapan dimulainya kehidupan manusia. Pembuahan terjadi di rahim, di situlah kehidupan dimulai. Tapi belum menjadi manusia. Jadi mempunyai potensi menjadi calon siapa. Kapan terjadi manusia, ada beberapa hipotesa, yaitu :
    1. Minggu ke-12, karena setelah bulan ke tujuh telah terbentuk kortek yang akan menjadi manusia.
    2. Hari yang ke-12, karena sebelum hari ke-12 belum terjadi individu alisasi.
    3. Hari ke-6 atau ke-7 setelah haid terakhir sel tersebut berkembang menjadi janin.
    4. Sejauh pembuahan sudah berkembang menjadi manusia.
    Dari keempat hipotesa tersebut disimpulkan bahwa, semakin tua usia janin semakin komplek masalahnya bila melakukan aborsi. Bahwa benar atau salah melakukan tindakan aborsi, yang pasti salah.
    Dalam kehidupan kita yang dipengaruhi oleh dosa, kita tidak jarang didorong atau dipaksa untuk melakukan perbuatan yang salah/dosa. Tetapi dalam alasan-alasan yang positif dan dapat dipertanggungjawabkan aborsi dapat dilakukan, misalnya untuk hal-hal yang jika tidak dilakukan akan mengakibatkan sesuatu yang sangat merugikan.
    Dalam pemahaman seperti itu, aborsi mungkin dilakukan apabila:
    1. Demi keselamatan jiwa ibu.
    2. Kalau probabilitas (kemungkinan) bayi yang akan dilahirkan akan cacat.
    3. Keluarga-keluarga yang memang beban ekonominya sangat berat sekali dan usia janin tersebut masih sangat muda sekali.
    Namun ini bukan berarti saya menyetujui tindakan aborsi, karena aborsi tetap akan berlangsung terus. Justru masyarakat juga harus diberi terapi. Orang-orang yang mendorong aborsi itu yang harus diperhatikan juga. Oleh karena itu saya menegaskan bahwa etika menjadi efektif kalau tidak dilihat secara normatif semata, namun harus melihat realitas yang ada.
    Permasalahannya bukan boleh atau tidak boleh, benar atau tidak benar. Prinsip etika harus dikaitkan dengan kenyataan hidup. Realitas dosa inilah yang menyebabkan masalah aborsi tidak dapat dilihat secara “hitam” dan “putih”.
     
    BAB IV
    METODE-METODE, EFEK
    DAN RESIKO ABORSI

    IV.1 METODE-METODE ABORSI

    1. Urea
          Karena bahaya penggunaan saline, maka suntikan lain yang biasa dipakai adalah hipersomolar urea, walau metode ini kurang efektif dan biasanya harus dibarengi dengan asupan hormon oxytocin atau prostaglandin agar dapat mencapai hasil maksimal. Gagal aborsi atau tidak tuntasnya aborsi sering terjadi dalam menggunakan metode ini, sehingga operasi pengangkatan janin dilakukan. Seperti teknik suntikan aborsi lainnya, efek samping yang sering ditemui adalah pusing-pusing atau muntah-muntah. Masalah umum dalam aborsi pada trimester kedua adalah perlukaan rahim, yang berkisar dari perlukaan kecil hingga perobekan rahim. Antara 1-2% dari pasien pengguna metode ini terkena endometriosis/peradangan dinding rahim.
    2. Prostaglandin
    Prostaglandin merupakan hormon yang diproduksi secara alami oleh tubuh dalam proses melahirkan. Injeksi dari konsentrasi buatan hormon ini ke dalam air ketuban memaksa proses kelahiran berlangsung, mengakibatkan janin keluar sebelum waktunya dan tidak mempunyai kemungkinan untuk hidup sama sekali. Sering juga garam atau racun lainnya diinjeksi terlebih dahulu ke cairan ketuban untuk memastikan bahwa janin akan lahir dalam keadaan mati, karena tak jarang terjadi janin lolos dari trauma melahirkan secara paksa ini dan keluar dalam keadaan hidup. Efek samping penggunaan prostaglandin tiruan ini adalah bagian dari ari-ari yang tertinggal karena tidak luruh dengan sempurna, trauma rahim karena dipaksa melahirkan, infeksi, pendarahan, gagal pernafasan, gagal jantung, perobekan rahim.
    3. Partial Birth Abortion
    Metode ini sama seperti melahirkan secara normal, karena janin dikeluarkan lewat jalan lahir. Aborsi ini dilakukan pada wanita dengan usia kehamilan 20-32 minggu, mungkin juga lebih tua dari itu. Dengan bantuan alat USG, forsep (tang penjepit) dimasukkan ke dalam rahim, lalu janin ditangkap dengan forsep itu. Tubuh janin ditarik keluar dari jalan lahir (kecuali kepalanya). Pada saat ini, janin masih dalam keadaan hidup. Lalu, gunting dimasukkan ke dalam jalan lahir untuk menusuk kepala bayi itu agar terjadi lubang yang cukup besar. Setelah itu, kateter penyedot dimasukkan untuk menyedot keluar otak bayi. Kepala yang hancur lalu dikeluarkan dari dalam rahim bersamaan dengan tubuh janin yang lebih dahulu ditarik keluar.
    4. Histerotomy
    Sejenis dengan metode operasi caesar, metode ini digunakan jika cairan kimia yang digunakan/disuntikkan tidak memberikan hasil memuaskan. Sayatan dibuat di perut dan rahim. Bayi beserta ari-ari serta cairan ketuban dikeluarkan. Terkadang, bayi dikeluarkan dalam keadaan hidup, yang membuat satu pertanyaan bergulir: bagaimana, kapan dan siapa yang membunuh bayi ini? Metode ini memiliki resiko tertinggi untuk kesehatan wanita, karena ada kemungkinan terjadi perobekan rahim.
    5. Metode Penyedotan (Suction Curettage)
    Pada 1-3 bulan pertama dalam kehidupan janin, aborsi dilakukan dengan metode penyedotan. Teknik inilah yang paling banyak dilakukan untuk kehamilan usia dini. Mesin penyedot bertenaga kuat dengan ujung tajam dimasukkan ke dalam rahim lewat mulut rahim yang sengaja dimekarkan. Penyedotan ini mengakibatkan tubuh bayi berantakan dan menarik ari-ari (plasenta) dari dinding rahim. Hasil penyedotan berupa darah, cairan ketuban, bagian-bagian plasenta dan tubuh janin terkumpul dalam botol yang dihubungkan dengan alat penyedot ini. Ketelitian dan kehati-hatian dalam menjalani metode ini sangat perlu dijaga guna menghindari robeknya rahim akibat salah sedot yang dapat mengakibatkan pendarahan hebat yang terkadang berakhir pada operasi pengangkatan rahim. Peradangan dapat terjadi dengan mudahnya jika masih ada sisa-sisa plasenta atau bagian dari janin yang tertinggal di dalam rahim. Hal inilah yang paling sering terjadi yang dikenal dengan komplikasi paska-aborsi.
    6. Metode D&C – Dilatasi dan Kerokan
    Dalam teknik ini, mulut rahim dibuka atau dimekarkan dengan paksa untuk memasukkan pisau baja yang tajam. Bagian tubuh janin dipotong berkeping-keping dan diangkat, sedangkan plasenta dikerok dari dinding rahim. Darah yang hilang selama dilakukannya metode ini lebih banyak dibandingkan dengan metode penyedotan. Begitu juga dengan perobekan rahim dan radang paling sering terjadi. Metode ini tidak sama dengan metode D&C yang dilakukan pada wanita-wanita dengan keluhan penyakit rahim (seperti pendarahan rahim, tidak terjadinya menstruasi, dsb). Komplikasi yang sering terjadi antara lain robeknya dinding rahim yang dapat menjurus hingga ke kandung kencing.
    7. Pil RU 486
    Masyarakat menamakannya “Pil Aborsi Perancis”. Teknik ini menggunakan 2 hormon sintetik yaitu mifepristone dan misoprostol untuk secara kimiawi menginduksi kehamilan usia 5-9 minggu. Di Amerika Serikat, prosedur ini dijalani dengan pengawasan ketat dari klinik aborsi yang mengharuskan kunjungan sedikitnya 3 kali ke klinik tersebut. Pada kunjungan pertama, wanita hamil tersebut diperiksa dengan seksama. Jika tidak ditemukan kontra-indikasi (seperti perokok berat, penyakit asma, darah tinggi, kegemukan, dll) yang malah dapat mengakibatkan kematian pada wanita hamil itu, maka ia diberikan pil RU 486.
    Kerja RU 486 adalah untuk memblokir hormon progesteron yang berfungsi vital untuk menjaga jalur nutrisi ke plasenta tetap lancar. Karena pemblokiran ini, maka janin tidak mendapatkan makanannya lagi dan menjadi kelaparan. Pada kunjungan kedua, yaitu 36-48 jam setelah kunjungan pertama, wanita hamil ini diberikan suntikan hormon prostaglandin, biasanya misoprostol, yang mengakibatkan terjadinya kontraksi rahim dan membuat janin terlepas dari rahim. Kebanyakan wanita mengeluarkan isi rahimnya itu dalam 4 jam saat menunggu di klinik, tetapi 30% dari mereka mengalami hal ini di rumah, di tempat kerja, di kendaraan umum, atau di tempat-tempat lainnya, ada juga yang perlu menunggu hingga 5 hari kemudian. Kunjungan ketiga dilakukan kira-kira 2 minggu setelah pengguguran kandungan, untuk mengetahui apakah aborsi telah berlangsung. Jika belum, maka operasi perlu dilakukan (5-10 persen dari seluruh kasus). Ada beberapa kasus serius dari penggunaan RU 486, seperti aborsi yang tidak terjadi hingga 44 hari kemudian, pendarahan hebat, pusing-pusing, muntah-muntah, rasa sakit hingga kematian. Sedikitnya seorang wanita Perancis meninggal sedangkan beberapa lainnya mengalami serangan jantung.
    8. Suntikan Methotrexate (MTX)
    Prosedur dengan MTX sama dengan RU 486, hanya saja obat ini disuntikkan ke dalam badan. MTX pada mulanya digunakan untuk menekan pertumbuhan pesat sel-sel, seperti pada kasus kanker, dengan menetralisir asam folat yang berguna untuk pemecahan sel. MTX ternyata juga menekan pertumbuhan pesat trophoblastoid – selaput yang menyelubungi embrio yang juga merupakan cikal bakal plasenta. Trophoblastoid tidak saja berfungsi sebagai ‘sistim penyanggah hidup’ untuk janin yang sedang berkembang, mengambil oksigen dan nutrisi dari darah calon ibu serta membuang karbondioksida dan produk-produk buangan lainnya, tetapi juga memproduksi hormon hCG (human chorionic gonadotropin), yang memberikan tanda pada corpus luteum untuk terus memproduksi hormon progesteron yang berguna untuk mencegah gagal rahim dan keguguran.
    MTX menghancurkan integrasi dari lingkungan yang menopang, melindungi dan menyuburkan pertumbuhan janin, dan karena kekurangan nutrisi, maka janin menjadi mati. 3-7 hari kemudian, tablet misoprostol dimasukkan ke dalam kelamin wanita hamil itu untuk memicu terlepasnya janin dari rahim. Terkadang, hal ini terjadi beberapa jam setelah masuknya misoprostol, tetapi sering juga terjadi perlunya penambahan dosis misoprostol. Hal ini membuat cara aborsi dengan menggunakan suntikan MTX dapat berlangsung berminggu-minggu. Si wanita hamil itu akan mendapatkan pendarahan selama berminggu-minggu (42 hari dalam sebuah studi kasus), bahkan terjadi pendarahan hebat. Sedangkan janin dapat gugur kapan saja – di rumah, di dalam bis umum, di tempat kerja, di supermarket, dsb. Wanita yang kedapatan masih mengandung pada kunjungan ke klinik aborsi selanjutnya, mau tak mau harus menjalani operasi untuk mengeluarkan janin itu. Bahkan dokter-dokter yang bekerja di klinik aborsi seringkali enggan untuk memberikan suntikan MTX karena MTX sebenarnya adalah racun dan efek samping yang terjadi terkadang tak dapat diprediksi.
    Efek samping yang tercatat dalam studi kasus adalah sakit kepala, rasa sakit, diare, penglihatan yang menjadi kabur, dan yang lebih serius adalah depresi sumsum tulang belakang, kekuragan darah, kerusakan fungsi hati, dan sakit paru-paru. Dalam bungkus MTX, pabrik pembuat menuliskan peringatan keras bahwa MTX memang berguna untuk pengobatan kanker, beberapa kasus artritis dan psoriasis, “kematian pernah dilaporkan pada orang yang menggunakan MTX”, dan pabrik itu menyarankan agar hanya para dokter yang berpengalaman dan memiliki pengetahuan tentang terapi antimetabolik saja yang boleh menggunakan MTX. Meski para dokter aborsi yang menggunakan MTX menepis efek-efek samping MTX dan mengatakan MTX dosis rendah baik untuk digunakan dalam proses aborsi, dokter-dokter aborsi lainnya tidak setuju, karena pada paket injeksi yang digunakan untuk aborsi juga tertera peringatan bahaya racun walau MTX digunakan dalam dosis rendah

    IV.2 EFEK ABORSI

    1. Efek Jangka Pendek
    • Rasa sakit yang intens
    • Terjadi kebocoran uterus
    • Pendarahan yang banyak
    • Infeksi
    • Bagian bayi yang tertinggal di dalam
    • Shock/Koma
    • Merusak organ tubuh lain
    • Kematian
    2. Efek Jangka Panjang
    • Tidak dapat hamil kembali
    • Keguguran Kandungan
    • Kehamilan Tubal
    • Kelahiran Prematur
    • Gejala peradangan di bagian pelvis
    • Hysterectom

    IV.3 RESIKO ABORSI

    Aborsi memiliki risiko penderitaan yang berkepanjangan terhadap kesehatan maupun keselamatan hidup seorang wanita. Tidak benar jika dikatakan bahwa seseorang yang melakukan aborsi ia ” tidak merasakan apa-apa dan langsung boleh pulang “.
    Resiko kesehatan terhadap wanita yang melakukan aborsi berisiko kesehatan dan keselamatan secara fisik dan gangguan psikologis. Risiko kesehatan dan keselamatan fisik yang akan dihadapi seorang wanita pada saat melakukan aborsi dan setelah melakukan aborsi adalah ;
    • Kematian mendadak karena pendarahan hebat.
    • Kematian mendadak karena pembiusan yang gagal.
    • Kematian secara lambat akibat infeksi serius disekitar kandungan.
    • Rahim yang sobek (Uterine Perforation).
    • Kerusakan leher rahim (Cervical Lacerations) yang akan menyebabkan cacat pada anak berikutnya.
    • Kanker payudara (karena ketidakseimbangan hormon estrogen pada wanita).
    • Kanker indung telur (Ovarian Cancer).
    • Kanker leher rahim (Cervical Cancer).
    • Kanker hati (Liver Cancer).
    • Kelainan pada ari-ari (Placenta Previa) yang akan menyebabkan cacat pada anak berikutnya dan pendarahan hebat pada kehamilan berikutnya.
    • Menjadi mandul/tidak mampu memiliki keturunan lagi ( Ectopic Pregnancy).
    • Infeksi rongga panggul (Pelvic Inflammatory Disease).
    • Infeksi pada lapisan rahim (Endometriosis)
    Proses aborsi bukan saja suatu proses yang memiliki resiko tinggi dari segi kesehatan dan keselamatan seorang wanita secara fisik, tetapi juga memiliki dampak yang sangat hebat terhadap keadaan mental seorang wanita. Gejala ini dikenal dalam dunia psikologi sebagai “Post-Abortion Syndrome” (Sindrom Paska-Aborsi) atau PAS. Gejala-gejala ini dicatat dalam ” Psychological Reactions Reported After Abortion ” di dalam penerbitan The Post-Abortion Review.
    Oleh sebab itu yang sangat penting untuk diperhatikan dalam hal ini adanya perhatian khusus dari orang tua remaja tersebut untuk dapat memberikan pendidikan seks yang baik dan benar.
    BAB V
    ABORSI DAN AGAMA

    V.1 APA KATA ALKITAB MENGENAI ABORSI?

    Alkitab tidak pernah secara khusus berbicara mengenai soal aborsi. Namun demikian, ada banyak ajaran Alkitab yang membuat jelas apa pandangan Allah mengenai aborsi. Yeremia 1:5 memberitahu kita bahwa Allah mengenal kita sebelum Dia membentuk kita dalam kandungan. Mazmur 139:13-16 berbicara mengenai peran aktif Allah dalam menciptakan dan membentuk kita dalam rahim. Keluaran 21:22-25 memberikan hukuman yang sama kepada orang yang mengakibatkan kematian seorang bayi yang masih dalam kandungan dengan orang yang membunuh. Hal ini dengan jelas mengindikasikan bahwa Allah memandang bayi dalam kandungan sebagai manusia sama seperti orang dewasa. Bagi orang Kristiani, aborsi bukan hanya sekedar soal hak perempuan untuk memilih. Aborsi juga berkenaan dengan hidup matinya manusia yang diciptakan dalam rupa Allah (Kejadian 1:26-27; 9:6).
    Argumen pertama yang selalu diangkat untuk menentang posisi orang Kristiani dalam hal aborsi adalah, “Bagaimana dengan kasus pemerkosaan dan/atau hubungan seks antar saudara.”. Betapapun mengerikannya hamil sebagai akibat pemerkosaan atau hubungan seks antar saudara, apakah membunuh sang bayi adalah jawabannya? Dua kesalahan tidak menghasilkan kebenaran. Anak yang lahir sebagai hasil pemerkosaan atau hubungan seks antar saudara dapat saja diberikan untik diadopsi oleh keluarga yang tidak mampu memperoleh anak – atau anak tsb dapat dibesarkan oleh ibunya. Sekali lagi sang bayi tidak seharusnya dihukum karena perbuatan jahat ayahnya.
    Argumen kedua yang biasanya diangkat untuk menentang posisi orang Kristiani dalam hal aborsi adalah, “Bagaimana jikalau hidup sang ibu terancam?”. Pertama-tama perlu diingat bahwa situasi semacam ini hanya kurang dari 1/10 dari 1 persen dari seluruh aborsi yang dilakukan di dunia saat ini. Jauh lebih banyak perempuan yang melakukan aborsi karena mereka tidak mau “merusak tubuh mereka” daripada perempuan yang melakukan aborsi untuk menyelamatkan jiwa mereka. Kedua, mari kita mengingat bahwa Allah kita adalah Allah dari mujizat. Dia dapat menjaga hidup dari ibu dan anak sekalipun secara medis hal itu tidak mungkin. Akhirnya, keputusan ini hanya dapat diambil antara suami, isteri dan Allah. Setiap pasangan yang menghadapi situasi yang sangat sulit ini harus berdoa minta hikmat dari Tuhan (Yakobus 1:5) untuk apa yang Tuhan mau mereka buat.
    Pada 99% dari aborsi yang dilakukan sekarang ini alasannya adalah “pengaturan kelahiran secara retroaktif”. Perempuan dan/atau pasangannya memutuskan bahwa mereka tidak menginginkan bayi yang dikandung. Maka mereka memutuskan untuk mengakhiri hidup dari bayi itu daripada harus bertanggung jawab. Ini adalah kejahatan yang terbesar. Bahkan dalam kasus 1% yang sulit itu, aborsi tidak sepantasnya dijadikan opsi pertama. Hidup dari manusia dalam kandungan tu layak untuk mendapatkan segala usaha untuk memastikan kelahirannya.
    Bagi mereka yang telah melakukan aborsi, dosa aborsi tidaklah lebih sulit diampuni dibanding dengan dosa-dosa lainnya. Melalui iman dalam Kristus, semua dosa apapun dapat diampuni (Yohanes 3:16; Roma 8:1; Kolose 1:14). Perempuan yang telah melakukan aborsi, atau laki-laki yang mendorong aborsi, atau bahkan dokter yang melakukan aborsi, semuanya dapat diampuni melalui iman di dalam Yesus Kristus.

    V.2 AJARAN AGAMA

    Pada prinsipnya, umat Kristen Katolik percaya bahwa semua kehidupan adalah kudus sejak dari masa pembuahan hingga kematian yang wajar, dan karenanya mengakhiri kehidupan manusia yang tidak bersalah, baik sebelum ataupun sesudah ia dilahirkan, merupakan kejahatan moral. Gereja mengajarkan, “Kehidupan manusia adalah kudus karena sejak awal ia membutuhkan ‘kekuasaan Allah Pencipta’ dan untuk selama-lamanya tinggal dalam hubungan khusus dengan Penciptanya, tujuan satu-satunya. Hanya Allah sajalah Tuhan kehidupan sejak awal sampai akhir: tidak ada seorang pun boleh berpretensi mempunyai hak, dalam keadaan mana pun, untuk mengakhiri secara langsung kehidupan manusia yang tidak bersalah”.
    Seturut wahyu, baik dalam Perjanjian Lama maupun Perjanjian Baru, dengan penekanan khusus pada misteri inkarnasi, Gereja Katolik Roma mengutuk praktek aborsi. Beberapa contoh ajaran dalam rentang waktu tiga ratus tahun pertama sejak berdirinya Gereja meliputi yang berikut ini: “Didache” (“Ajaran dari Keduabelas Rasul,” thn 80 M) menegaskan, “Engkau tidak boleh melakukan abortus dan juga tidak boleh membunuh anak yang baru dilahirkan.” “Surat Barnabas” (thn 138) juga mengutuk aborsi. Athenagoras (thn 177) dalam tulisannya “Pembelaan Atas Nama Umat Kristen” (suatu pembelaan terhadap paham kafir) menegaskan bahwa umat Kristen menganggap para wanita yang menelan ramuan atau obat-obatan untuk menggugurkan kandungannya sebagai para pembunuh; ia mengutuk para pembunuh anak-anak, termasuk anak-anak yang masih ada dalam rahim ibu mereka, “di mana mereka telah menjadi obyek penyelenggaraan ilahi.” Tertulianus (thn 197) dalam “Apologeticum” menegaskan hal serupa, “mencegah kelahiran adalah melakukan pembunuhan; tidak banyak bedanya apakah orang membinasakan kehidupan yang telah dilahirkan ataupun melakukannya dalam tahap yang lebih awal. Ia yang bakal manusia adalah manusia.” Pada tahun 300, Konsili Elvira, suatu konsili gereja lokal di Spanyol, mengeluarkan undang-undang khusus yang mengutuk aborsi (Kanon 63).
    Setelah pengesahan kekristenan pada tahun 313, Gereja tetap mengutuk aborsi. Sebagai contoh, St. Basilus dalam sepucuk suratnya kepada Uskup Amphilochius (thn 374) dengan tegas menyatakan ajaran Gereja: “Seorang wanita yang dengan sengaja membinasakan janin haruslah diganjari dengan hukuman seorang pembunuh” dan “Mereka yang memberikan ramuan atau obat-obatan yang mengakibatkan aborsi adalah para pembunuh juga, sama seperti mereka yang menerima racun itu guna membunuh janin.”
    Poin utamanya adalah Gereja Katolik Roma sejak dari awal secara terus-menerus menjunjung tinggi kekudusan hidup dari bayi yang belum dilahirkan dan mengutuk tindakan aborsi langsung (abortus langsung, artinya abortus yang dikehendaki baik sebagai tujuan maupun sebagai sarana). Menentang ajaran ini berarti menyangkal ilham Kitab Suci dan Tradisi kristiani. Kita, sebagai umat Kristen Katolik, patut berdoa demi berubahnya hati nurani umat manusia dan dengan gagah berani mengajarkan, mempertahankan serta membela kekudusan hidup manusia, teristimewa bayi-bayi tak dilahirkan yang tak berdaya dan tak bersalah.

    V.3 TANGGAPAN GEREJA

    Gereja Katolik merupakan satu-satunya lembaga keagamaan yang dengan lantang menentang aborsi. Untuk Gereja Katolik, aborsi adalah pembunuhan atas manusia tak berdosa dan yang dalam dirinya tak bisa membela diri. Maka sangat jelas bahwa Gereja Katolik mengerti tindakan mengaborsi bukanlah hak azasi melainkan sebaliknya adalah kejahatan azasi. Hak azasi dalam pengertian Gereja Katolik selalu mengarah kepada kehidupan dan bukan kepada kematian. Aborsi adalah suatu tindakan yang mengarah pada kematian dan hanya dilakukan oleh orang yang mencintai kematian.
    Paus Benedictus XVI dalam kunjungannya ke Austria, dengan tegas mengumandangkan kembali ajaran Gereja bahwa aborsi adalah dosa besar dan aborsi sama sekali bukan hak azasi. Pernyataan Paus tersebut disambut gembira oleh pencinta kehidupan dan di lain pihak disambut dengan protes keras oleh para pencinta kematian. Sebab memang kata-kata Johannes Paulus II, sangatlah benar, beliau mengatakan bahwa zaman ini sangat diwarnai oleh “budaya kematian” (the culture of death). Manusia atas nama kesenangan yang sifatnya sangat sementara dan sangat egois mengorbankan kehidupan.
    Dalam Gereja Katolik, aborsi hanya layak dibenarkan dalam dua kasus dilematis berikut: kasus dilematis pertama, yakni situasi dimana jelas bahwa janin akan mati bersama ibunya apabila tidak dilaksanakan pengguguran. Dan kasus dilematis kedua, yakni situasi dimana ibu akan meninggal bila janin tidak digugurkan. Bahkan dalam kasus kedua itu beberapa ahli moral masih meragukan apakah hidup ibu selalu layak lebih diutamakan dibandingkan dengan hidup janin.
    Jikalau ada kelainan pada janin, Gereja tetap tidak memperbolehkan adanya aborsi. Gereja hanya menerima kedua kasus dilematis yang tadi telah dijelaskan. Kecuali kalau kelainan itu mengakibatkan masalah dilematis seperti diatas tadi.
    Jikalau seseorang menjadi korban pemerkosaan, dan ia takut kalau anak yang dilahirkannya dilecehkan oleh masyarakat, ia tetap tidak boleh melakukan tindakan aborsi. Tetapi Gereja akan membantu menyiapkan proses kematangan jiwa sang ibu misalnya melalui pendampingan oleh para suster sehingga sang ibu mau melahirkan anak dan membatalkan niat pengguguran. Gereja menyiapkan mental/kejiwaan si korban perkosaan melalui pendampingan (konseling) yang bisa dilakukan oleh pastor dan suster.


    BAB VI
    PENUTUP

    VI.1 TANGGAPAN

    Setelah saya membaca kasus-kasus yang terlampir pada lampiran, kasus aborsi sampai saat ini sangatlah serius dan membahayakan bagi umat manusia. Menurut data, sampai saat ini ternyata kasus mengenai aborsi masih sangat tinggi, bahkan sampai remaja pun telah melakukan tindakan aborsi. Walaupun banyak Negara telah menyerukan program KB dan banyak Negara telah menyarankan untuk memakai kondom sebagai pilihan alternative program KB, tetapi hasilnya di dunia ini masih tinggi akan kasus aborsi.
    Saya menanggapi bahwa perbuatan aborsi dengan tujuan dan maksud tertentu memang ada yang boleh dilakukan dan ada yang tidak boleh dilakukan. Tujuan dan maksud tersebut memang boleh dilakukannya tindakan aborsi, apabila dalam situasi janin akan mati bersama ibunya apabila tidak dilaksanakan pengguguran dan situasi dimana ibu akan meninggal bila janin tidak digugurkan. Tetapi tindakan aborsi tidak diperkenankan apabila seorang wanita malu menanggung resiko mempunyai anak diluar nikah ataupun di dalam situasi perkawinan dimana seorang ibu yang hamil dan mempunyai banyak anak, tetapi ibu tersebut tidak menginginkan kehadiran anaknya didalam kehamilanya, maka ibu tersebut tidak boleh melakukan tindakan aborsi.
    Kita seharusnya menghargai sebuah kehidupan. Janin di dalam kandungan merupakan anugrah yang diberikan Allah kepada kita. Kita tidak boleh merampas hak dari janin tersebut untuk hidup. Jika kita akan melakukan hubungan sex terhadap pasangan kita (di dalam maupun diluar perkawinan), maka kita harus menanggung resiko untuk mempunyai anak. Kita tidak boleh lepas begitu saja untuk menggugurkan janin tersebut.
    Allah Bapa sangatlah baik. Dia masih memaafkan orang yang melakukan tindakan aborsi dan yang membantu lancarnya jalannya aborsi, jika mereka telah melakukan pertobatan kepada Allah. Dalam pengertian saya ini, bukan berarti kita seenaknya melakukan tindakan aborsi lalu bertobat. Apabila kita melakukan aborsi lalu kita meninggal sebelum melakukan pertobatan, hal ini akan dipertanyakan oleh Allah pada hari penantian.

    VI.2 SOLUSI

    Memang kasus aborsi tidak dapat kita hentikan. Tetapi kita dapat mencegah meningkatnya kasus aborsi dengan cara kita sadar akan tindakan aborsi tersebut tidaklah baik. Solusi saya agar kita sadar bahwa aborsi itu dosa ialah beriman yang diwujudkan dengan:
    • Sikap hormat terhadap kehidupan manusia sebagai ciptaan Tuhan yang ”serupa dengan citra Allah” (Berdasarkan Kej 1:26)
    • Taat kepada perintah Allah khususnya perintah cinta / hukum cinta yaitu Cinta Kepada Tuhan dan sesama.
    • Taati perintah ke -5 : ”Jangan Membunuh”
    • Setia kepada ajaran Gereja yang melarang keras Aborsi (humanae Ultae).
    • Pembinaan kaum muda: Memberi Katekese (pelajaran) mengenai seks dan seksualitas.
    • Kursus persiapan perkawinan.
    Saya berharap, dengan solusi yang telah saya berikan berguna bagi kita semua. Saya berharap agar kita semua menjadi sadar dan tidak melakukan tindakan aborsi.